Ironi Deforestasi, Menakar Dua Kepentingan: Cuan dan Lingkungan

    Ironi Deforestasi, Menakar Dua Kepentingan: Cuan dan Lingkungan

    Oleh : Eriek Rahmat Kuncoro*

    Surabaya – Dalam seperempat dekade terakhir pemerintah getol mengampanyekan dampak deforestasi atau penggundulan hutan secara ilegal. Di berbagai forum-forum internasional, pemerintahan yang diwakili Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengajak penduduk dunia berada pada frekuensi yang sama dalam menahan laju kerusakan lingkungan.

    Bahkan tidak jarang, RI menjadikan momentum gelaran summit di sejumlah negara agar isu perubahan iklim menjadi hal yang wajib dibahas hingga mencari pangkal penyelesaiannya secepat mungkin. Pasalnya, pesatnya laju deforestasi yang tak terbendung dewasa ini menjadikan hutan dunia gundul lebih cepat dari prediksi. Itu artinya hutan sebagai paru-paru bumi kian kronis, fakta ini agak miris memang.

    Presiden Jokowi misalnya, dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) COP26 di Glasgow, Skotlandia, (1/11/2021) silam memastikan komitmen RI dalam perubahan iklim tak terbantahkan. Di hadapan sejumlah kepala negara, Jokowi menegaskan dalam menyikapi isu perubahan iklim Indonesia memiliki peran penting dan strategis, mengingat Indonesia adalah salah satu pemilik hutan tropis dan mangrove terbesar di dunia.

    Indonesia melalui KLHK mengeklaim telah sukses menurunkan laju deforestasi hingga 75% pada periode 2019 hingga 2020. Penurunan deforestasi ini adalah titik awal yang positif bagi RI untuk membangun ekonomi tanpa merusak hutan dan lingkungan.

    Karena makin terkikisnya hutan akibat eksistensi deforestasi yang tak terelakan membekaskan fakta bahwa hutan dunia tak lagi sanggup memerankan paru-paru penyerap karbon hingga memantik tingginya emisi gas rumah kaca penyebab utama global warming.

    Namun kendati RI konsisten mendengungkan isu-isu itu di kancah global, ironisnya kenyataan itu berbanding terbalik di tanah air. Mengutip rilis resmi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) di pengujung tahun 2021, statement pemerintah di ajang internasional nyatanya tak senyampang di dalam negeri, data KLHK, deforestasi terselubung melalui izin pinjam pakai kawasan hutan masih terjadi, dengan rincian untuk tambang 117.106 hektare dan nontambang 14.410 hektare.

    Selain fakta itu, Walhi pun membeber data audit BPK tahun 2019, dari enam provinsi di Indonesia, terdapat sekitar 2.749.453 hektare perkebunan sawit yang berada dalam kawasan hutan tidak sah. Yayasan nirlaba ini juga mencatat, dari citra satelit LAPAN, masih ada 17.801 hotspot di tahun 2019 hingga 2020.

    Beranjak dari data-data yang dipublish itu, deforestasi senyatanya memang lebih ditunggangi soal urusan cuan semata, para cukong bersama pembuat kebijakan masih sering main mata menyulap hutan-hutan lindung Indonesia menjadi kawasan bernilai ekonomi yang menguntungkan segelintir orang. Dalih yang selalu dihembuskan adalah untuk memasok kebutuhan pangan dan energi nasional.

    Kongkalikong itu bahkan kian hari makin terstruktur, demi memenuhi hasrat hedonisme anak manusia serakah ini regulasi pun sengaja dibuat dan diakali untuk melegalkan rencana jahat mengeruk kekayaan alam Indonesia. Ketamakan itu disebut-sebut mengakibatkan alih fungsi hutan lindung yang tersebar di Kalimantan dan Sumatera kian ekstrem hingga berimplikasi pada kerusakan lingkungan yang masif.

    Buntut dari kerusakan lingkungan akibat penggundulan hutan yang tak terelakan, air hujan yang turun akan langsung mengalir di permukaan hingga menyebabkan erosi. Efek samping dari terjadinya erosi adalah hilangnya kesuburan tanah akibat pencucian tanah oleh air hujan yang terus menerus, banjir akibat tanah yang tidak dapat meresap air, hingga akhirnya menimbulkan tanah longsor.

    Ekses lain, terkikisnya tutupan hutan hujan tropis yang menjadi habitat asli satwa dan tumbuhan. Spesies hewan dan tumbuhan pun bisa hilang dari peredaran seiring dengan berjalannya waktu. Selain itu, daerah resapan air pun bisa hilang karena tak adanya hutan sebagai penjaga siklus air.

    Endingnya, sudah sepatutnya pemerintah menaruh atensi lebih terhadap fenomena deforestasi, dengan kata lain antara policy dengan implementasi tak boleh lagi asal-asalan hingga memunculkan sindikasi patgulipat mafia lingkungan hidup.

    *) Penulis : Jurnalis pada media Sigap88news.com

    #Deforestasi
    Eriek Rahmat Kuncoro

    Eriek Rahmat Kuncoro

    Artikel Sebelumnya

    Korem 084/Bhaskara Jaya terima kunjungan...

    Artikel Berikutnya

    PNS yang Nyambi Pengedar Sabu Ditangkap...

    Berita terkait